BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kacang merah ini
memiliki 2 tipe yaitu, Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari
Amerika, sedangkan kacang buncis tipe tegak (kidney bean) atau kacang jogo
adalah tanaman asli lembah Tahuacan-Meksiko. Penyebarluasan tanaman buncis dari
Amerika ke Eropa dilakukan sejak abad 16. Daerah pusat penyebaran dimulai di
Inggris (1594), menyebar ke negara-negara Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia.
Warna bijinya merah
bertotol – totol merah tua, sesuai dengan namanya. Buahnya (polong ) berwarna
kuning, kalau masih muda berwarna hijau dan kadang – kadang berwarna merah.
Kalau sudah tua berubah menguning, mengering, dan siap panen. Buahnya yang
berbentuk polong memanjang, hanya sedikit lebih panjang bila dibandingkan
dengan bucis. Dalam satu polong ada 2 – 3 biji kacang merah. Bentuk kacang
merah yang masih utuh sama dengan kacang buncis, baik daun, bunga maupun bentuk
polongnya.
Pembudidayaan tanaman
buncis di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah. Tahun 1961-1967 luas areal
penanaman buncis di Indonesia sekitar 3.200 hektar, tahun 1969-1970 seluas
20.000 hektar dan tahun 1991 mencapai 79.254 hektar dengan produksi 168.829
ton. Pada umumnya, kacang merah ditanam pada musim kemarau, karena pada musim
penghujan tanaman akan londot. Hal ini di karenakan terlalu banyak air yang di
serap. Pada musim kemarau pun penyiraman tanaman juga harus diperhatikan,
misalnya penyiraman 2 hari sekali.
Kacang merah memiliki
kandungan gizi yang sangat baik, hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan
tubuh manusia apalagi jika diolah secara baik dan benar. Kacang merah kering
merupakan sumber protein nabati, karbohidrat kompleks, serat, vitamin B,
folasin, tiamin, kalsium, fosfor, dan zat besi. Folasin adalah zat gizi
esensial yang mampu mengurangi resiko kerusakan pada pembuluh darah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses perkecambahan ada kacang merah?
2. Faktor- faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkecambahan kacang merah?
3. Apakah perbedaan cahaya tempat erkecambahan mempengaruhi proses perkecambahan?
4. Apakah tipe perkecambahan kacang merah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses perkecambahan pada kacang merah
2. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi perkecambahan pada kacang
merah
3. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tempat perkecambahan terhadap proses
perkecambahan
4. Untuk mengetahui tipe perkecambahan kacang merah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Taksonomi tanaman
Kingdom : Plant Kingdom
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiosspermae
Kelas :
Dicotyledonae
Sub kelas : Calyciflorae
Ordo : Rosales (Leguminales)
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris L.
2.1.1 Definisi Perkecambahan
Ahli fisiologi
tumbuhan menetapkan perkecambahan
sebagai kejadian yang dimulai dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula
(akar lembaga atau pada beberapa biji, kotiledon/hipokotil) memanjang atau
muncul melewati kulit biji (Bewley dan Black, 1982, 1984; Mayer, 1974 dalam
Salisbury 1992).
Biji dapat tetap viabel
(hidup), tapi tak mampu berkecambah atau tumbuh karena beberapa alasan :
kondisi luar atau kondisi dalam. Situasi dalam yang mudah dipahami adalah
embrio yang belum mencapai kematangan morfologi untuk mampu berkecambah
(misalnya, pada beberapa anggota Orchidaceae,
Orobanchaceae, atau genus Ranuncullus).
Hanya waktulah yang memungkinkan kematangan ini berkembang. Perkecambahan biji
tumbuhan budidaya mungkin hanya terhambat oleh kurangnya kelembapan atau suhu
hangat. (Salisbury,1992)
Untuk membedakan kedua
keadaan yang berlainan itu, ahli fisiologi benih menggunakan dua istilah :
Kuisen, yaitu kondisi biji saat tidak mampu berkecambah hanya karena kondisi
luarnya tidak sesuai (misalnya, biji terlalu kering atau terlalu dingin); dan dormansi,
yaitu kondisi biji gagal berkecambah karena kondisi dalam, walaupun kondisi
luar (suhu, kelembaban dan atmosfer) sudah sesuai (Salisbury, 1992)
Sementara biji
berkembang, maka generasi baru,dalam bentuk janin mulai berkembang di dalamnya.
Permulaan ini hanya terbatas, karena pertumbuhan embrio segera terhenti. Biji
itu kemudian dipisahkan dari tanaman tertua dan mulailah penyebarannya. Pada
akhirnya berlangsung perkecambahan, biasanya setelah biji itu matang.
Perkecambahan adalah pengulangan kembali tentang pertumbuhan janin, dan akan
dilengkapi dengan keluarnya radikula di luar biji.
Menurut Copeland (1976)
dalam Abidin (1984) perkecambahan adalah “ the resumpition of active growth of
a young plant from the seed “ yang berarti aktivitas pertumbuhan yang sangat
singkat suatu embrio dalam perkembangan dari biji menjadi tanaman muda.
Perkecambahan dan pemantapan adalah saat-saat genting dalam kehidupan tumbuhan,
karena dalam tingkatan inilah selama siklus hidup setiap spesies maka jumlah
terbesar individunya mati. Kedalaman suatu biji dibenamkan dalam tanah, baik
secara sengaja ataupun secara tidak sengaja merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkecambahan. Biji yang terdapat di permukaan tanah tidak
memiliki cukup persediaan air untuk melengkapi perkecambahannya. Kalau terlalu
dalam maka biji urung berkecambah atau mungkin menghabiskan sama sekali
persediaan makanan untuk menembus tanah dan mendapatkan cahaya.(Tjitrosomo,
dkk, 1983).
2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan
a. Faktor Dalam (Faktor Internal)
Faktor dalam yang
mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
- Tingkat kemasakan
benih
Benih yang dipanen
sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas
yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan
embrio belum sempurna (Sutopo, 2002).
Pada umumnya sewaktu
kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga
telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan pada saat itu benih
mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah
maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi
(Kamil, 1979).
- Ukuran benih
Benih yang berukuran
besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam
jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat
perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada
saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo,
2002).
- Dormansi
Benih dikatakan
dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah
walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi
persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih
menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah
ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti
kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt
2002).
- Hormon
Tidak semua hormon
tumbuhan (fitohormon) bersifat mendukung proses perkecambahan. Ada beberapa
fitohormon yang menghambat proses perkecambahan.
Fitohormon yang
berfungsi yang merangsang perkecambahan:
Auksin
Mematahkan dormansi
biji dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Memacu proses terbentuknya
akar.
Giberelin
Berperan dalam
mobilisasi bahan makanan selama proses perkecambahan. Pertumbuhan embrio selama
perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam
endosperma. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah
penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang
selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energy sebagai
pertumbuhannya. Peran giberelin diketahui mampu
meningkatkan aktivitas
enzim amylase.
Sitokinin
Berinteraksi dengan
giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi biji. Selain itu, sitokinin juga
mampu memicu pembelahan sel dan pembentukan organ.
Fitohormon yang
berfungsi sebagai penghambat perkecambahan antara lain:
Etilen
Berperan menghambat
transportasi auksin secara basipetal dan lateral. Adanya etilen dapat
menyebabkan rendahnya konsentrasi auksin dalam jaringan.
Asam Absisat
Bersifat menghambat
perkecambahan dengan menstimulasi dormansi biji. Selain itu, asam absisat akan
menghambat proses pertumbuhan tunas.
Penghambat
perkecambahan
Menurut Kuswanto
(1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik
dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang
tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju
respirasi.
b. Faktor Luar
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya:
-
Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama
kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya,
sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis
benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu
(Sutopo,2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap
masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya
dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih
mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang
terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit
serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979),
kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air
antara lain:
1. Untuk melembabkan atau melunakkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau
robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji melalui dinding
sel yang diimbibisi oleh air sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara
difusi.
3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan sejumlah
proses fisiologis dalam embrio seperti pencernaan, pernapasan, asimilasi dan
pertumbuhan. Proses-proses tersebut tidak akan berjalan secara normal, apabila protoplasma
tidak mengandung air yang cukup.
4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke
titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
- Suhu
Suhu merupakan syarat
penting kedua bagi perkecambahan biji. Tetapi ini tidak bersifat mutlak sama
seperti kebutuhan terhadap air untuk perkecambahan, dimana biji membutuhkan
suatu level “hydration minimum” yang bersifat khusus untuk
perkecambahan. Dalam proses perkecambahan dikenal adanya tiga titik suhu kritis
yang berbeda yang akan dialami oleh benih.
Ketiga titik suhu
kritis tersebut dikenal dengan istilah suhu cardinal yang terdiri atas:
-
Suhu minimum
Suhu terkecil dimana
proses perkecambahan biji tidak akan terjadi selama periode waktu
perkecambahan. Bagi kebanyakan biji tanaman, kisaran suhu minimumnya antara
0-50C. Jika biji berada di tempat yang bersuhu rendah seperti itu, maka
kemungkinan besar biji akan gagal berkecambah atau tetap tumbuh namun dalam
keadaan yang abnormal.
Suhu optimum
Suhu dimana kecepatan
dan persentase biji yang berkecambah berada pada posisi tertinggi selama proses
perkecambahan berlangsung. Suhu ini merupakan suhu yang menguntungkan bagi
berlangsungnya perkecambahan biji. Suhu optimum berkisar antara 26,5-350C.
Suhu maksimum
Suhu tertinggi dimana
perkecambahan masih mungkin untuk berlangsung secara normal. Suhu maksimum
umumnya berkisar antara 30-400C. Suhu di atas maksimum biasanya mematikan biji
karena keadaan tersebut menyebabkan mesin metabolism biji menjadi nonaktif sehingga
biji menjadi busuk dan mati.
Suhu optimal adalah
yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase
perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd
35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan
perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi
benih, cahaya dan zat tumbuh giberellin.
Oksigen
Faktor oksigen
berkaitan dengan proses respirasi. Saat berlangsungnya perkecambahan, proses
respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan
pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai
akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen
sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang
terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan
berkecambah dalam udara yang mengandung 29% oksigen dan 0.03% CO2. Namun untuk
benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke
dalam benih ditingkatkan sampai 80%, karena biasanya oksigen yang masuk ke
embrio kurang dari 3%.
Cahaya
Pengaruh cahaya akan
berkaitan langsung dengan lama penyinaran harian matahari (fotoperiodisitas).
Hubungan antara pengaruh cahaya dan perkecambahan biji dikontrol suatu system
pigmen yang dikenal sebagai fitokrom, yang tersusun dari chromophore dan
protein. Chromophore adalah bagian yang peka terhadap cahaya. Fitokrom memiliki
dua bentuk yang sifatnya reversible (bolak-balik) yaitu fitokrom merah
yang mengabsorbsi sinar merah dan fitokrominfra merah yang mengabsorbsi sinar
infra merah.Bila pada biji yang sedang berimbibisi diberikan cahaya merah,
makafitokrom merah akan berubah menjadi fitokrom infra merah, yang
manamenimbulkan reaksi yang merangsang perkecambahan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
10 agustus 2013
Dirumah masing-masing
3.2 Alat dan bahan:
1. 30 buah kacang merah (setiap gelas 5
kacang merah)
2. 6 buah gelas plastik
3. Kapas
4. Air
5. Penggaris
6. Alat tulis
7. Ph meter
3.3 Prosedur
1. Taruh
kapas yang sudah dibasahi pada masing- masing gelas yang sudah disiapkan .
2. Beri
setiap gelas tersebut masing-masing 5 biji kacang merah.
3.
Taruh 3 gelas tersebut di tempat yang gelap dan 3 gelas lainnya di tempat yang
terang.
4. Berikan
keterangan pada gelas- gelas tersebut.
5. Amati
pertunbuhan tersebut pada masing-masing gelas pada hari kedua dan ketiga.
6. Catat
perubahan perkembangan biji kacang merah.
7. Untuk
mengukur ph pada kapas gunakan PH meter.
3.4 Hipotesis
(-) Cahaya matahari tidak
mempengaruhi pertumbuhan dan perkecambahan kacang merah.
(+) Cahaya matahari mempengaruhi
pertumbuhan dan perkecambahan pada kacang merah.
3.5 Variabel Penelitian
- Sebagai Variabel Bebas (X) :
Cahaya, Ph, air, Suhu.
-
Sebagai Variabel Terikat (Y) :
Tinggi tanaman, tipe perkecambahan.
-
Sebagai Variabel Kontrol :Kualitas
biji, Hormon yang mempengaruhi
perkecambahan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan
perkembangan perkecambahan pada kacang merah
Hari ke-
|
2
|
3
|
4
|
5
|
I
|
Tdk ada yg
tumbuh
|
-
|
-
|
-
|
II
|
3 kulit
mengelupas
|
-
|
-
|
-
|
III
|
3 kulit
mengelupas satu tumbuh
|
-
|
-
|
-
|
IV
|
Satu
tumbuh 2 cm sisanya busuk
|
Satu
tumbuh 3 cm sisanya busuk
|
Satu
tumbuh menjadi 4 cm sisanya busuk
|
Satu
tumbuh menjadi 5 cm sisanya busuk
|
V
|
4 tumbuh 1
cm satu busuk
|
2 menjadi
2 cm 2 sisanya menjadi 3 cm satu busuk
|
2 menjadi
4 cm 2 sisanya masih 2 cm
|
Satu
menjadi 10 cm sisanya menjadi 4 cm
|
VI
|
4 tumbuh 2
cm satu berkecambah
|
4 tumbuh
menjadi 4 cm
|
4 tumbuh
menjadi 5 cm
|
2 tumbuh
menjadi 13 cm dua menjadi 6 cm
|
Keterangan :
Kecambah pada nomor I,
II dan III merupakan kecambah yang diletakkan pada tempat yang mendapatkan
sinar terus menerus/ mendapatkan cahaya matahari .
Kecambah pada nomor IV,
V dan VI merupakan kecambah yang diletakkan pada tempat gelap.
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan
benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran
suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan
proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu
sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberellin. Berdasarkan hal tersebut kita dapat
mengetahui bahwa perbedaan suhu pada daerah perkecambahan mempengaruhi perkecambahan
itu sendiri. Pada kecambah I, II dan III perkembangan kecambah tidak terlalu
berkembang karena suhu yang tidak terlalu optimal yaitu lebih dari 30 celcius
yang menyebabkan mesin metabolism biji menjadi nonaktif sehingga biji menjadi
busuk dan mati. Dari 3 contoh tersebut kita dapat membuktikan bahwa karena
suhu yang terlalu tinggi menyebabkan
tiga tanaman tersebut menjadi busuk dan tidak berkembang.
Hormon mempengaruhi proses
perkecambahan, contohnya auksin yang berfungsi dalam mematahkan dormansi biji
dan akan merangsang proses perkecambahan biji serta memacu proses terbentuknya
akar. Hormon yang lain adalah hormon giberelin yang berperan dalam mobilisasi
bahan makanan selama proses perkecambahan. Pertumbuhan embrio selama
perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam
endosperma. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah
penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang
selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energy sebagai
pertumbuhannya. Peran giberelin diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim
amylase. Hormon yang lain adalah hormon sitokinin yang berinteraksi dengan
giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi biji. Selain itu, sitokinin juga
mampu memicu pembelahan sel dan pembentukan organ. Peran hormon auksin
dipengaruhi oleh cahaya matahari, intensitas penyinaran cahaya yang berlebih
atau cukup banyak dapat menyebabkan hormon auksin yang berfungsi dalam
perkembangan biji menjadi terhambat. Seperti kecambah dalam gelas I, II dan III
yang perkembangannya menjadi terhambat akibat penyinaran cahaya yang terus
menerus. Sementara pada kecambah IV, V dan VI dapat tumbuh menjadi cukup baik
karena hormon auksin maksimal tersebar pada kecambah dan tidak terhambat oleh cahaya.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kacang merah merupakan tumbuhan yang proses
perkecambahannya di atas tanah (epigeal) karena daun lembaganya(cotyledon)
terangkat ke atas akibat adanya pembetangan ruas batang yang berada dibawah
daun lembaga. Bagian kecambah terdiri atas plumula, kaulikulus, kotiledon dan
radikula. Plumula (puncuk lembaga) adalah bagian dari lembaga yang merupakan
calon-calon daun. Kaulikulus (batang lembaga) merupakan calon batang yang
terdiri dari epikotilatau ruas batang yang berada yang terdiri dari epikotil
atau ruas batang yang berada di atas daun lembaga dan hipokotil yaitu ruas
batang yang terletak di bawah daun lembaga. Kotiledon (daun lembaga) yaitu daun
yang pertama yg muncul pada suatu tumbuhan dan berfungsi sebagai cadangan
makanan padamasa perkecambahan. Radicula (akar lembaga) merupakan bagian
lembagayang terletak dibagian pangkal dan terdapat kaliptra (tudung akar) yang
berfungsi untuk melindungi akar dan membantu untuk menembus tanah. Pertumbuhan
dan perkembangan tanaman tersebut dipengaruhi oleh faktor dari luar maupun dari
dalam. Faktor dari dalam berupa hormon sedang faktor dari luar yaitu gen,
cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, tanah, nutrisi dan air.
Kacang merah yang
diletakkan di ruang tertutup pertumbuhanya lebih cepat dibandingkan yang
diletakkan di ruang terbuka dan terkena sinar matahari karena di sebabkan pusat
pertumubuhan auksin di ujung koleoptil. Jika terkena matahari,auksin akan
menghambat pertumbuhan, hal inilah yang menyebabkan bagian yang terkena mathari
akan membengkok kearah datangnya arah matahari (fototropisme) dan dapat
diketahui bahwa terjadi perbedaan yang signifikan yaitu batang tumbuhan yang
diletakkan di tempat tertutup mengalami pertumbuhan yang cacat mengalami pucat
dan keruh serta batngnya lemas berwarna kekuningan, sedangkan yang diletakkan
di luar sebaliknya tumbuh lambat aka tetapi batangnya kuat dan waranya hijau.
5.2 Saran
1. Dalam tahap perendaman, lihat dahulu biji yang akan ditanam. Jika biji yang
akan ditanam ukurannya kecil (kita ambil contoh biji cabe) perendamannya tidak
terlalu lama (sampai radiks / akar nya mulai kelihatan). Takutnya akan terjadi peristiwa “plasmolisis”.
2. Sebaiknya dalam menanam, kadar air harus diteliti. Jangan terlalu banyak
dan terlalu sedikit.
3. Penanaman di tempat gelap, media yang diperlukan memang harus benar-benar
tetutup dan jangan sampai ada cahaya sedikitpun.
LAMPIRAN GAMBAR